Total Tayangan Halaman

Laman

Minggu, 03 Juni 2012

Sikarim 3 juni 2012

mumpung hari libur kayaknya menyempatkan diri untuk wisata adalah pilihan terbaik,biasanya seseorang melakukan perjalanan wisata karena ingin mencari pemandangan indah, mengenal sejarah, atau belajar suatu budaya, tapi tujuanku kali ini untuk sedikit membakar lemak yg lumayan menumpuk ini hehehehe dengan route tracking yg lumayan tapi cuaca sejuk..tak salah "curug sikarem" adalah tujuan yang tepat. pemandangan khas hutan hujan mulai tersaji namun sayang sudah tak seperti dulu aneka pohon langka seperti pakis dan kantong semar pun sudah menyusut berganti perkebunan "wasabi" dan ladang sayuran juga kentang, begitu pun fauna seperti monyet, babi hutan dan landak sudah sulit di temukan,hanya burung2 yang lumayan masih banyak (di baca burung bukan burung yang lain) sesampainya di air terjun yg indah, badan yg tadi pegal2 pun sirna sudah. saatnya tuk membuka bekal yg kami bawa dari rumah tadi nasi komplit beserta ikan bakar dan sambal lombok ijo menjadi santapan kali ini yg dengan lahap ku habiskan dan tanpa terasa tujuan wisata ku tadi sirna sudah karena tanpa terasa perut kekenyangan di tambah dengan tempe kemul yg di buat cemilan sepanjang perjalanan...haaahahaha untunglah sebelum pulang bertemu dengan mbak2 KKN yg menjadi obat dari perjalanan wisata kali ini.

Sabtu, 17 September 2011

Garung



Garung adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia. Garung terletak disebelah utara Kota Wonosobo, dijalan utama Wonosobo - Dieng
Sejarah Singkat:
Garung yang berarti singkatan dari Telaga Wurung, Konon pada zaman dahulu banyak jin/lelembut yang akan menjadikan desa Garung sebagai Telaga. Para jin dan lelembut bekerja pada malam hari secara bergantian demi sesuatu yang mungkin dapat dijadikan persembunyian atau tempat tinggal para jin/lelembut . Akan tetapi pekerjaan untuk membuat telaga di Garung belum usai secara tiba-tiba ayam mulai berkokok tanda mentari segera terbit, mendengar suara ayam seketika itu juga para jin dan lelembut segera menghentikan pekerjaannya sehingga sampai sekarang bila dilihat dari kampung Munthuk maka Garung terlihat seperti kubah/mangkok . Namun demikian para jin/lelembut tidak mengenal putus asa mereka tetap membuat telaga lagi di daerah Maron sekarang namanya menjadi telaga Menjer.
Luas Kecamatan Garung adalah 5.122,03 ha (512,20 km) atau 0,05 % dari luas Kabupaten Wonosobo Secara administratif Kecamatan Garung terbagi dalam 14 Desa dan 1 Kelurahan dan Perkembangan penduduk di Kecamatan Garung dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, untuk tahun 2009 berjumlah 51.384 jiwa terdiri dari laki-laki 26.093 jiwa dan perempuan 25.291 jiwa, untuk pertumbuhan penduduk sampai dengan tahun 2010 berdasar hasil sensus menjadi 47.891 jiwa terdiri laki-laki 24.649 jiwa dan perempuan 23.242 jiwa atau terdapat kenaikan sebesar 0.18 %. Dengan kepadatan penduduk 935 per Km persegi
potensi yg ada di kecamatan garung (tempat tinggal penulis di desa garung jalan dieng no 465) sangat banyak selain sebagai lumbung air dengan banyaknya mata air bersih, juga beberapa sumber air panas di sepanjang sungai serayu garung dan di desa tegalsari,lalu di bidang pertanian, perkebunan ,industri pun banyak sekali di daerah ini, lalu di bidang perdagangan pasar garung mempunyai pasar yang besar bahkan untuk pasar sayur dan pasar hewan sudah di pisah di tempat lain, dan potensi yang sangat potensial untuk di garap adalah sektor pariwisata, selain sbg pintu gerbang menuju dieng banyak potensi lain yang tersedia antara lain sungai serayu,sumber air panas,telaga menjer, air terjun sikarim beserta taman bunganya,desa wisata sendangsari, desa bunga kuripan,keindahan gunung bisma dan sindoro,perkebunan teh dan wisata budaya (kesenian tari2an, ruwat gembel,wayang n gamelan)banyaknya potensi yang ada di daerah garung tapi masih kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah untuk di optimalkan..jadi mari sejenak sempatkan diri mampir di garung sebelum menuju dieng hehehehehehehe

Selasa, 13 September 2011

sisi keindahan air terjun sikarim






masih di sekitar kecamatan garung wonosobo kecamatan yang melimpah akan sumber air (bahkan air panas juga) lebih tepatnya di dusun sirangkel, desa mlandi atau sekitar 9 km dari garung atau 18 km sebelah utara kota Wonosobo. Kondisi jalan menuju kesana beraspal akan tetapi banyak yang rusak bahkan dibeberapa tempat memiliki kontur jalan yang cukup curam berliku dengan tikungan tajam dan langsung menanjak sekitar 45 derajat.Untuk menuju lokasi air terjun ini ada 2 jalur utama 1 lewat dieng via sembungan 2 dengan mengambil arah ke Dieng. Setelah sampai di Kecamatan Garung terdapat pintu masuk di sebelah kiri di PLTA Garung (dekat pasar dan terminal Garung). Jarak PLTA ini dari kota Wonosobo sekitar 8 km. Masuk ke PLTA Garung, selanjutnya setelah 3 km terdapat pertigaan, jika ke kiri ke Desa Mlandi sedangkan ke kanan ke Telaga Menjer. Sesampainya di Desa Mladi akan ditemui pertigaan lagi, ambil belokan ke kanan
Air terjun yang mempunyai ketinggian 30 M ini akan tampak dari jalan aspal berpasangan dengan air terjun sikongkong yang berada sekitar 300 m dengan sumber mata air yg berbeda, diapabila ingin menuju ke dasar air terjun sikarim kita dapat berjalan kaki melewati jalan setapak sekitar 50 m, sambil melihat tanaman langka galar/pakis n kantong semar..
sayang sarana penunjang di sana belum ada..padahal bisa di jadikan wisata alternatif dengan jarak dari dieng yg relatif dekat..selain itu kawasan ini sangat cocok untuk kemah atau camping.

Rumahhati (lerengdieng): kesaSAR @ watu tedeng (karanggantung)

Rumahhati (lerengdieng): kesaSAR @ watu tedeng (karanggantung)

Sabtu, 10 September 2011

kesaSAR @ watu tedeng (karanggantung)




Objek wista Watu Tedeng ini jarak dari Wonosobo 6 Km.
Lokasi : Kecamatan Selomerto dengan luas 1,5 Ha.
Objek wisata ini mempunyai fasilitas antara lain :
- Rumpun bambu
- Area panjat tebing
- Lokasi arung jeram
itulah promonya...tp sekarang?????
tgl 29-8-11 saya beserta mad,ryo n umbul melakukan ekspedisi kesana dalam rangka ngabuburit (bagi yg menjalankan ibadah puasa)karena lokasi objek wisata yg gak terawat sehingga kami menempuh perjalanan sekitar 70 menit padahal kalau normal hanya 30 menit di karenakan papan penunjuk lokasi yg ga ada, tanya warga sekitar juga kurang pada tahu ( aneh ya)..sesampainya di lokasi pun kami masih kebingungan karena objek yg berupa batu besar kuno pun ga keliatan, kami bertanya pada sepasang muda mudi yg sedang ngabuburit atau mungkin malah membatalkan puasa kali ya...di lokasi masuk objek kami di suruh turun ke arah sungai sekitar hutan bambu kira2 300an meter tp kami pun masih kesulitan mencari sehingga kami langsung aja menuju sungai daripada ga nemu objek..mungkin objek nya udah pindah atau transmigrasi kali, setelah cukup lama di sungai pun kami bergegas tuk pulang karena dah hampir sore dan dalam perjalanan tersebut kami lebih cermat melihat sekitar ternyata objek watu tedeng atau karang gantungnya pun masih ada cuma dalam kondisi memprihatinkan hampir 95% dari batu besar tersebut tertutup oleh vegetasi merambat dan rumput sehingga tidak begitu jelas, bagian yg nampak pun sudah di beri tulisan norak2 oleh tangan2 usil, selain itu jalan atau tangga semen di sekitar batu sepanjang 200 meter pun sudah longsor dan rata dengan tanah bahkan sudah tertutup oleh rumput, juga areal hutan bambunya pun berubah menjadi sawah....
bagaimana ni pak kholieq (bupati) kami tunggu gerak lanjutnya supaya objek wisata ini kembali seperti dulu ada jalan yg layak, fasilitas panjat tebing n arung jeram seperti yg ada di iklan pariwisata wonosobo...kalo ga banyak yg kecewa lo kalo tiba di lokasi objek yg ga sesuai dengan di iklankan heheheheheehehe
dalam perjalanan pulang mungkin karena hampir maghrib jalan pun padat merayap dan motor yg di tumpangi umbul dan aku mengalami kecelakaan kecil karena menghindari tabrakan mobil APV bangsat...kami pun menyerempet motor tukang ojek, untung bulan puasa shg ga ada masalah hehehehehehe....karena gerimis kami pun memutuskan untuk menunggu buka puasa sambil makan sate barokah....heheheheeeh

Selasa, 06 September 2011

Mengejar sunrise di sikunir (31 agustus-1 sept 2011)






Gunung Sikunir merupakan salah satu jajaran gunung di dataran tinggi dieng. Dataran Tinggi Dieng yang ada di Jawa Tengah merupakan kawah besar dari Gunung Perahu. Buat para pendaki lokal, Gunung Sikunir tidaklah begitu dikenal. Tapi gunung ini sudah dangat terkenal dikalangan turis mancanegara. Buat para turis mancanegara yang berkunjung ke Pulau Jawa, biasanya tujuan utamanya adalah ke Yogya-Prambanan-Borobudur-Dieng-Bromo. Nah di Dieng Plateau, selain menyaksikan jajaran Candi Hindu, telaga warna, dan kawah sikidang, menikmati sunrise dari Gunung Sikunir merupakan agenda wajib..
sesuai tradisi kami selama 3 tahun ini tiap lebaran kami pasti selalu menyempatkan diri untuk berkunjung kesana kali ini kami terdiri dari 8 orang (rio,cimot,henky,jay,mamat,uus, umbul dan ucup)Kami memulai perjalanan ini dimulai dari rio menjemput satu persatu abg tua di mulai dari kretek, wonosobo, kalianget dan sampe di garung tempat saya pukul 23.30 lalu kami melanjutkan ke setieng yang relatif dekat dengan TKP di rumah uus calon pengantin tgl 25 sept ini, lalu kami memutuskan untuk beristirahat dan menyesuaikan dengan dinginya udara setieng dulu untuk menunggu jam 3 pagi kita meluncur ke dieng.
Keluar dari setieng.. yang pertama menyapa saya adalah dinginnya udara dataran tinggi dieng. membuat saya harus menarik rapat baju hangat yang membungkus tubuh saya. Tidak membantu ternyata. Setiap nafas yang saya tarik tidak mampu dinetralisir suhunya oleh hidung saya, membuat paru-paru saya pun merasakan dinginnya udara Dieng plateau,Selama perjalanan, angin dingin dataran dieng terus menerus merasuki tubuh saya dan seisi mobil, tindakan apapun yang kami lakukan tidak membantu rasanya. Sayang, mobil yang kami tumpangi buatan Jepang bukan Eropa punya sehingga barang yang namanya pemanas bukan merupakan fasilitas yang selayaknya ada di mobil kami. Sepanjang perjalanan yang kami lihat hanya kegelapan dan beberapa orang hilir mudik mengenakan sarung di sekujur tubuhnya untuk menghalau udara dingin yang menyengat. Di dataran tertinggi ke-2 di dunia setelah Nepal ini dulunya merupakan pusat peradaban Hindu di tengah Jawa namun karena satu dan lain hal saat ini mereka terpinggirkan ke daerah timur tepatnya di Bromo. Tanaman kentang merupakan komoditi utama di daerah ini, pemasaran sampai ke luar pulau Jawa. Sayang, Singapura dan Malaysia menghentikan konsumsi kentang dieng ini dikarenakan terlalu banyak penggunaan bahan kimia seperti pestisida dalam proses penanaman kentang.
sesampainya di dieng kami mencari logistik karena kebetulan rokok habis semua dan kami mengetuk warung di pinggir jalan ternyata pemiliknya berbaik hati mau bangun untuk melayani kami namun sayang ada logistik yg tak tersedia di sana untuk menghangatkan badan shg sebagai gantinya kami pun menumpang menghangatkan badan di perapiann selama 15 menit sebelum melanjutkan ke sembungan untuk memulai pendakian ke sekunir.
Pendakian dimulai dengan sedikit menanjak dengan jalan yang kami pijak merupakan tanah vulkanik yang basah oleh embun pagi, tidak lebar jalan yang kami lalui, hanya sekitar 30 cm dengan kanan kiri berupa tumbuhan ilalang. Jalan terus menanjak dan berliku,Saat itu masih sangat gelap, sulit melihat dalam jarak 3 meter sekalipun. Kami harus berhati-hati menapakkan kaki mengingat sumber penerangan hanya dari hp yang dibawa oleh kami.
Empat puluh menit waktu yang kami habiskan untuk sampai di puncak gunung Sikunir. Semua orang mulai sibuk dengan urusannya masing-masing,ada yg terduduk karena gejala hipotermia, lainya sibuk dengan urusan minum meminum dan merokok, ternyata kita merupakan orang pertama di hari itu karena masih terlalu gelap..Selesai dengan urusan ngos-ngosan.. mata mulai saya tujukan kepada bentangan kanvas lukisan Tuhan di depan mata saya. Gunung Merbabu, Merapi, Sumbing, Sindoro berdiri angkuh di hadapan saya. Menyembunyikan dirinya dibalik kabut dataran tinggi dieng dan menyemburatkan warna-warna alam di balik keangkuhannya. Langit yang masih malu-malu menampakkan warnanya menambah kecantikan alam negeri ini di ketinggian ribuan meter. Saya mulai dengan sibuknya menangkap wajah-wajah alam yang saya lihat dengan indera ini untuk diabadikan dalam bentuk digital. Kamera kami seakan malu dengan apa yang ditangkapnya.. tidak akan pernah mampu dia menggambarkan betapa indahnya lukisan Sang Hyang. Saya sendiri tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur terdalam saya kepada sang pemilik alam atas segala kesempatan dan segala hal yang saya punya sehingga saya dapat melihat keindahan ini...dan ketika sunrise mulai tampak mulai banyak pula orang sampai di puncak...dan mata kami takjub dengan yg kami lihat selain sunrise yg indah rombongan turis jepang cantik2 juga semakin melengkapi indahnya sikunir kali ini dan salah satu dari kami mengingatkan untuk pendakian selanjutnya jangan lupa membawa HANDBODY..heheheheheh.

Rabu, 01 Desember 2010

asal usul rambut gimbal dieng


Pasti kalian pernah mendengar yang namanya rambut gimbal/bajang, di sini kita bukan membicarakan vokalis steven and coconut treez atau ipang n mbah surip...,ini tentang budaya Wonosobo Propinsi Jawa Tengah Indonesia,tepatnya di daerah Dieng.

Anak-anak Dieng yang berambut gimbal ternyata adalah keturunan dari salah satu tokoh pendiri kota Wonosobo yaitu Mbah Kyai Kolodete yang konon berambul gimbal, mereka disakralkan dan disebut dengan bocah sukerta, menurut keyakinan anak sukerta adalah anak yang lahir dan dicadangkan sebagai mangsa Bhatarakala, agar anak ini terlepas dari hal tersebut maka harus di ruwat atau dilepas dari sesungkernya dengan cara dicukur rambutnya.

Tapi ruwatan baru bisa dilaksanakan setelah anak berambut gimbal meminta sendiri tanpa bujukan orang lain, dan disertai dengan permintaan sesuatu barang atau hal lain yang harus dipenuhi oleh orang tuanya, menurut masyarakat setempat jika pemotongan rambut tidak didasarkan dengan hal diatas maka rambut gimbal akan tumbuh lagi.

Di Wonosobo ritual ini telah dilakukan secara periodik dan turun-temurun, bahkan belakangan ini Pemerintah Kabupaten Wonosobo menjadikan acara ruwatan sebagai acara rutin tahunan atau pekan budaya Dieng, ritual ini biasanya diadakan di kompleks Telaga Warna Dieng dipandu oleh pemangku adat, ritual ini biasanya didahului dengan kegiatan Napak Tilas melalui beberapa titik tempat yaitu :
Gunung Prau ( tempat Eyang Bimasakti dan Nini Dewi Retno Ayu Rasa Kumala )
Gunung Sikendil ( Tumenggung Kolodete dan Nyai Laras Cinde )
Gunung Pakuwaja ( Eyang Purbajati )
Tuk Bima Lukar ( Pangeran Bima )

Kegiatan ini merupakan kegiatan spiritual yang dimaksudkan untuk memohon petunjuk dan perlindungan kepada Tuhan YME